SIMALUNGUN, SIAGA-NEWS.COM || Pengadaan belanja obat-obatan pada dinas kesehatan kabupaten Simalungun pada tahun 2024 menuai protes dari elemen masyarakat. Pasalnya, proyek yang bernilai sekitar Rp.7 Milyar itu dituding tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardy Putranto Saragih, SH, kepada tim media siaga-news.com, pada Rabu, (3/9/2024).
Dikatakannya, sesuai dengan investigasi yang sudah dilakukan pihaknya ditemukan pada RUP ( rencana umum pengadaan) tidak diumumkan melalui website dan/atau LPSE. Hal ini tentu melanggar ketentuan pasal 32 ayat (1) UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
Ardy Putranto Saragih, SH menerangkan bahwa Lelang yang dilakukan pada pengadaan obat – obatan dengan metode E-purchasing, dengan waktu pemilihan Februari 2024 yang lalu. Namun ada hal yang mengganjal pada pengadaan tersebut yakni ditemukan dua paket pengadaan yang nama paket identik bersamaan namun kode RUP berbeda yakni, yang pertama, belanja Obat – Obatan – Obat dengan pagu anggaran Rp. 5.498.125.709, dengan kode RUP 50248833.
” Dan yang kedua, senilai Rp. 2.196.726.172. kode RUP : 50248836, dengan nama paket pekerjaan Belanja Obat-obatan-obat-obatan lainnya. Ada apa ini, dalam rangka apa pihak Dinas kesehatan membuat seperti itu. Apakah? Tegasnya.
Ironisnya, sambung Ardy, ketika pihaknya melakukan konfirmasi terhadap pihak Dinas kesehatan Simalungun, Rosman Sumbayak memberikan jawaban yang tidak etis dan terkesan setuju dengan ketertutupan atas informasi pembangunan dan pembelanjaan oleh Pemerintah. “Seorang Kabid mengatakan, tidak perlu diketahui oleh masyarakat darimana pengadaan obat-obatan itu dibeli melalui katalog elektronik dan tidak juga perlu ditayangkan di LPSE kabupaten Simalungun.
Rosman juga mencontohkan apabila kita membeli baju, tidak perlu orang mengetahui dari toko mana kita beli. Pernyataan itu kan sudah bertentangan dengan UU KIP, dan tentu saya bantah. Kalau pakai uang pribadi belanjanya tidak perlu transparan, tapi ini kan uang negara yang tentunya harus terlaksana sesuai dengan amanat UU,” tegasnya sembari mengatakan bahwa kondisi ketertutupan informasi itu diduga ada tindakan gratifikasi dalam pengadaan obat-obatan dalam metode E-purchasing.
Secara terpisah, Arnold Saragih selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) saat dihubungi redaksi melalui telepon WhatsApp, Jumat, (6/9/2024), mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan proses pengadaan obat-obatan dengan baik.” Ditampilkannya di LPSE perusahaan rekanan yang mengerjakan. Ketika dikonfirmasi terkait respon Rosman Saragih selaku Kabid kepada Ardy, dirinya menjawab, “yang salah komunikasinya mereka,”ujarnya.( Tim)